FARMAKOLOGI DASAR
Sejarah Obat
Obat
merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam
dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit
berikut gejalanya.
Di masa lalu banyak obat berasal dari tumbuhan dan hewan
a. Cara mencoba-coba pengalaman empiris secara turun temurun
Bagian dari tumbuhan yang dapat dipergunakan sebagai obat: tumbuhan keseluruhan (herbal), daun (folia), akar (radix),kulit (cortex), buah (fructus), bunga (flores), dan biji (semen)
Mulanya sebagai racun : pada anak panah suku indian kurare, strychnin
Gas racun (mustard) nitrogen-mustard anti kanker
Obat dari hewan yang sudah dipakai secara turun temurun, seperti hati ayam atau sapi untuk yang kekurangan darah, pancreas untuk terapi kekurangan insulin. Testis untuk terapi hormon
Mineral dari tanah, masyarakat primitif tertentu yang memakan tanah yang tenyata mengandung Fe sehingga mencegah anemia
Dalam bentuk ekstrak atau rebusan
b. Para ahli kimia mencoba mengisolasi zat-zat aktif dalam tanaman
Efedrin dari tanaman Ma Huang ( Ephedra vulgaris)
Kinin dari kulit pohon kina
Atropin dari Atropa belladonna
Morfin dari candu (Papaver somniferum)
Digoksin dari daun Digitalis lanata dan lainnya
c. Munculnya obat kimiawi secara sintesis
Permulaan abad 20 mulai kemajuan obat-obat kimia sintesis: Salvarsan dan Aspirin
Sulfanilamid dan Penisilin
Ilmu kimia, fermentasi, teknologi rekombinan DNA berkembang sangat pesat
80% obat yang kini digunakan adalah hasil penemuan 3 dasawarsa terakhir ini
Perkembangan
lanjut dengan membuat senyawa-senyawa turunan dari senyawa awal yang
memiliki potensi lebih besar dan efek samping yang lebih rendah
Pengertian-pengertian:
1. Farmakologi adalah
ilmu yang mempelajari ilmu pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya,
baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi dan
nasibnya dalam organisme hidup. Untuk menyelidiki semua interaksi antara
obat dan tubuh manusia khususnya, serta pengobatan penyakit, disebut farmakologi klinis.
2. Farmakognosi mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan zat-zat aktifnya, begitu pula yang berasal dari dunia mineral dan hewan.
3. Biofarmasi meneliti pengaruh
formula obat terhadap efek terapeutiknya. Dalam bentuk apa sediaan obat
dibuat agar didapat efek optimal. Ketersediaan hayati obat dalam tubuh
untuk diresorpsi dan melakukan efeknya juga dipelajari.
4. Farmakokinetika meneliti perjalanan
obat, mulai dari saat pemberiannya, bagaimana absorpsi dari usus,
transpor dalam darah, dan distribusi ke tempat kerjanya dan jaringan
lain. Serta perombakannya (biotranformasi) dan diekskresi lewat ginjal. Singkatnya apa yang dilakukan tubuh terhadap obat.
5. Farmakodinamika mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup,
terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek
terapetis yang ditimbulkannya.Singkatnya Efek obat terhadap tubuh.
6. Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun
dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok
farmakodinamika, karena efek terapetis obat berhubungan erat dengan efek
toksiknya. Pada hekekatnya obat dapat menjadi racun dan merusak
organisme manakala dosisnya tidak tepat.
7. Farmakoterapi mempelajari penggunaan obat
untuk mengobati penyakit atau gejalanya.atas dasar pengetahuan tentang
adanya hubungan antara khasiat obat dan sifat fisiologi atau
mikrobiologinya di satu pihak dan penyakit di pihak lain. Adakalanya
berdasar atas pengalaman yang lama (dasar empiris).
8. Fytoterapi menggunakan zat-zat dari tanaman untuk mengobati penyakit.
9. Zat aktif adalah senyawa-senyawa yang dalam organisme hidup menimbulkan kerja biologi.
10. Kerja biologi yaitu semua perubahan dalam system biologi yang ditimbulkan oleh zat aktif.
11. Bahan obat ialah zat aktif yang dapat berfungsi untuk mencegah, meringankan, menyembuhkan atau mengenali penyakit
12. Obat adalah bentuk-bentuk sediaan tertentu dari bahan obat yang digunakan pada hewan dan manusia.
13. Racun yaitu zat aktif yang menyebabkan kerja yang merusak
14. Potensi kerja suatu senyawa ialah ukuran untuk dosis dan konsentrasi, yang dibutuhkan untuk mencapai efek tertentu,makin kecil dosis obatnya menunjukkan makin besar potensi kerjanya.( ibaratnya kapuk dengan paku)
Dalam kelas terapi obat digolongkan menjadi empat:
a. Obat farmakodinamis:
mempercepat atau memperlambat proses fisiologi atau fungsi biokimia
dalam tubuh : hormon, diuretika, hipnotika, dan obat otonom
b. Obat kemoterapeutis:
membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh, sekecil-kecilnya berpengaruh
terhadap tubuh tapi berkhasiat membunuh sebesar-besarnya terhadap
parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme (bakteri, virus). Termasuk
obat-obat kanker .
c. Obat tradisional
adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun-temurun digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.
d. Obat diagnotis: pembantu
untuk melakukan diagnosis (pengenalan penyakit), misal saluran
lambung-usus (bariumsulfat), dan saluran empedu (natriumiopanoat dan
asam iod organik lainnya).
Farmakope dan nama obat
Farmakope
adalah buku resmi yang ditetapkan hukum dan memuat standarisasi
obat-obat penting serta persyaratannya akan identitas, kadar kemurnian
dan sebagainya, begitupula metoda analisa dan resep sediaan farmasi.
Tiap negara memiliki farmakope sendiri, yang memuat obat-obat resmi
dengan nilai terapi yang telah dibuktikan. Dan tiap apotik diwajibkan
memilikinya
Farmakope Indonesia I jilid I tahun 1962 jilid II tahun 1965
Farmakope Indonesia II tahun 1972
Farmakope Indonesia III tahun 1979
Farmakope Indonesia IV tahun 1996
Obat paten
atau spesialite adalah obat milik suatu perusahaan dengan nama khas
yang dilindungi hukum, yaitu merek terdaftar atau proprietary name.
Obat berkhasiat keras: selain berkhasiat juga dianggap berbahaya terhadap kesehatan dan tidak dimaksudkan untuk keperluan teknik.
Obat keras terbagi menjadi 2:
1. Obat-obat dari daftar obat keras (daftar G):
hanya dibeli di apotik dengan resep dokter dan dapat diulang tanpa
resep baru bila dinyatakan boleh diulang. Golongan antibiotika,
obat-obat sulfa, antihistaminika untuk pemakaian dalam dan semua obat
suntik. Lingkaran Merah
2. Obat-obat dari daftar obat keras terbatas (daftar W atau sekarang daftar P):
diperuntukkan jenis penyakit yang pengobatannya dianggap telah
ditetapkan sendiri oleh rakyat dan tidak begitu membahayakan. Dapat
dibeli di apotik tanpa resep dokter,tersedia di toko obat yang pada
waktu penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Lisol, air burowi,
tingtur iod, papaverin (10mg), efedrin (35 mg) dan sulfa-sulfa usus (600
mg), serbuk sulfanilamida steril (5 g), dan antihistaminika untuk
pemakaian luar. Lingkaran Biru. Terdapat peringatan (P1 – P6) awas obat keras.
Kelompok obat yang tidak termasuk golongan obat keras dinamakan Obat bebas. Lingkaran Hijau.
Narkotika adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan, baik sintesia atau
semi sintesis yang dapat menyebabakan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
dan dapat menimbulkan ketergantungan. Disebut juga sebagai obat bius
atau daftar O
Narkotika digolongkan menjadi 3:
a. Narkotika
Golongan I: hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya. Ada 26
bahan Contoh: tanaman Papaver somniferum, opium(candu), tanaman
Erythroxylon coca, tanaman ganja (Cannabis), tetrahidrokarbinol dan
turunannya, heroin, tiofentanil
b. Narkotika
Golongan II: dapat digunakan dalam terapi selain untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan memiliki potensi ketergantungan yang tinggi. Ada 87
zat/sediaan contohnya: dekstromoramida (Palfium), difenoksilat,
fentanil, levorfanol, metadon (symoron),
morfina,petidina,sulfentanil,opium
c. Narkotika
Golongan III: banyak digunakan dalam terapi dan potensi ketergantungan
yang ringan, mencakup 14 zat/sediaan contohnya: dekstropropoksifena,
etil-morfina (dionin), kodein,nikodikodina, etil morfina, polkodina
Psikotropika adalah
zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis, bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Penggolongan psikotropika:
a. Golongan
I: hanya untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak diresepkan,ada 26 zat
diantaranya brolamfetamina, etisiklidina, lisergida (LSD/MDMA),
meskalina, psilosibina, tenamfetamina
b. Golongan
II ada 14 zat, boleh diresepkan tetapi memiliki potensi ketergantungan
besar, terutama bila diberikan jangka panjang, contohnya:
amfetamina(Benzedrina),deksamfetamina (Dexedrina), fenetilina,
metamfetamina, metakualon (Revonal), metilfenidat (Ritalin),
sekobarbital
c. Golongan
III mencakup 9 zatboleh diresepkan dan pada pemakaian lama dapat
memberikan potensi ketergantungan antara lain: amobarbital
(amylobarbital), flinitrazepam (Rohypnol), glutetimida, pentazosina
(Fortral), pentobarbital, siklobarbital
d. Golongan
IV mencakup 60 zat yang seringkali diberikan dalam resep, sebagian
besar adalah depresanSSP antara lain: allobarbital, alprazolam (Xanax),
barbital, bromazepam (Lexotan), diazepam (Valium, Stesolid, Mentalium),
etilamfetamin, fenobarbital (luminal), klobazam (Frisium),
klordiazepoksid,meprobamat, nitrazepam, pipradol, triazolam
ASPEK BIOFARMASI
Obat masuk ke dalam tubuh dengan cara intravaskuler (yaitu obat langsung masuk ke sirkulasi sistemik antara lain intra vena/suntikan/infus, intaarterial, dan intrakardial) atau ekstravaskuler
(yaitu obat harus mengalami fase absorpsi dulu sebelum masuk ke aliran
sistemik contoh: per oral, intra muscular, subkutan, rectal dan
topical). Obat dapat disintesa dalam tubuh (misalnya hormone) atau
sebagian zat kimia yang dating dari luar yang disebut xenobiotik
Sebelum
obat tiba pada tempat tujuan dalam tubuh (targetsite), obat mengalami
banyak proses, yaitu fase biofarmasi, fase farmakokinetika, dan fase
farmakodinamika. Obat yang bekerja sistemik baru memberikan efek
terapeutik setelah diabsorpsi dan mencapai kadar tertentu dalam
komparten tubuh, dimana obat itu bekerja atau dimana terjadi ikatan
obat-reseptor.
Biofarmasi adalah ilmu yang meneliti
pengaruh formula obat terhadap efek terapeutiknya. Dalam bentuk apa
sediaan obat dibuat agar didapat efek optimal. Ketersediaan hayati obat
dalam tubuh untuk diresorpsi dan melakukan efeknya juga dipelajari. Efek
obat tidak hanya tergantung dari faktor farmakologinya saja, tetapi
juga ditentukan oleh bentuk sediaan terutama formulasinya.
LDA (Liberation, Disolution dan Absorption)
Pada
sediaan tablet dikenal teori LDA yaitu tablet setelah masuk dalam
saluran cerna mengalami pecah menjadi granul-granul. Kemudian zat aktif
lepas dari granul (liberasi) dan kemudian zat aktif tersebut melarut
dalam cairan (disolusi) baru kemudian diserap (absorpsi). Setelah
diabsorpsi zat aktif tersebut di transport menuju targetside, mengalami
metabolism dan diekskresi.
Absorbsi obat sangat berperanan penting dalam
menentukan efektivitas obat. Sebelum diabsorbsi, obat harus larut dulu
dalam cairan tubuh (disolusi). Semakain cepat obat melarut tentunya akan
semakin banyak obat yang diabsorbsi. Jadi absorpsi obat ditentukan
oleh:
- Sifat Fisika-Kimia obat
- Kecepatan melarut obat dalam lingkungan biologis membran.
Sifat Fisik Obat
Obat-obat dapat berupa benda padat pada temperature kamar (aspirin, atropine), bentuk cair (nikotin, etanol), atau dalam bentuk gas (nitrogen oksid). Pada umumnya obat bersifat basa lemah atau asam lemah.
Ukuran obat
Kecepatan
disolusi obat berbanding lurus dengan luas permukaannya, artinya
semakin kecil ukuran partikelnya semakin luas permukaan kontaknya
sehingga semakin baik disolusi/kelarutannya.
Ukuran
molecular obat yang biasa digunakan bervariasi dari sangat kecil (ion
Lithium BM 7) sampai sangat besar (alteplase suatu protein BM 59.050).
Pada umumnya obat-obat memiliki ukuran Berat Molekul 100 sampai 1000.
Obat yang BM-nya lebih dari 1000 tidak mudah berdifusi antara
kompartemen tubuh (dari tempat pemberian ke tempat kerjanya). Bahkan
untuk ukuran yang sangat besar diberikan langsung ke dalam kompartemen
tempat efek kerja. Contoh pemberian Griseovulfin mikro 500mg memberikan
kadar yang sama dengan pemberian 1 g Griseofulvin dalam darah pasien.
Reaktivitas obat dan ikatan reseptor obat
Obat
berinteraksi dengan reseptor berdasarkan kekuatan atau ikatan kimia.
Ada tiga tipe ikatan yaitu ikatan kovalen, elektrostatik dan hidrofobik.
Ikatan kovalen sangat kuat dan umumnya irreversible. Ikatan
elektrostatik merupakan ikatan yang lebih umum terjadi dalam ikatan
reseptor –obat. Dalam praktek jenis ikatan kurang begitu penting
disbanding dengan kenyataan bahwa obat yang terikat lemah pada
reseptornya umumnya lebih selektif daripada obat yang terikat sangat
kuat. Hal ini disebabkan ikatan lemah tersebut memerlukan kecocokan yang
pas (precise fit) antara obat dan reseptornya bila interaksi terjadi.
Hanya beberapa tipe reseptor saja yang mempunyai sifat kecocokan pas
tersebut dengan suatu struktur obat tertentu.
Bentuk obat
Bentuk suatu molekul obat idealnya sedemikian rupa sehingga seperti 1 anak kunci dan gemboknya.
Pengaruh daya larut obat / bahan aktif
bergantung pada sifat Fisika-Kimia obat, prosedur dan teknik pembuatan
obat, dan formulasi bentuk sediaan & penambahan eksipien. Untuk
memeprbaiki kelarutannya, dapat dilakukan dengan cara:
1. Modifikasi keadaan kimiawi obat
a. Pembentukan garam: akan memperbaiki kelarutannya
b. Pembentukan
ester, secara umum dapat memperlambat kelarutannya, tapi ada beberapa
keuntungan: menghindari degradasi obat dalam lambung (Eritromycin
stearat/succinat), memperpanjang kerja obat (hormone steroid), menutupi
rasa obat yang tidak enak (Chloramphenicol stearat/palmitat).
2. Modifikasi keadaan fisik obat
a. Bentuk Kristal atau amorf: bentuk amorf lebih mudah larut
b. Pengaruh polimorfisme: untuk bahan yang menghablur dalam berbagai bentuk Kristal
c. Bentuk solvate dan hidrat: solvate dengan pelarut kalau pelarutnya air disebut hidrat. Anhidrat lebih bagus disolusinya
3. Pengaruh prosedur dan teknik pembuatan obat
Banyak prosedur yang dapat dipakai untuk meningkatkan disolusi zat aktif yang sukar larut diantaranya:
a. Pembentukan
campuran eutektik: turunnya titik lebur bila 2 atau lebih bahan
dicampur sehingga kombinasi ke duanya tetap berada dalam keadaan
molekuler
b. Pembentukan
ikatan kompleks: bila dua bahan atau lebih terjadi ikatan yang terikat
dengan kekuatan intermolekuler, ikatan hydrogen, ikatan van der wals
yang diharapkan memperbaiki kelarutan tanpa menghilangkan aktivitas
farmakologiknya, etilendiamin dan teophilin menjadi aminophylin (lebih
mudah larut dalam air)
c. Bahan
yang dapat memodifikasi konstanta dielektrik lingkungan : kelompok
polyetilenglikol yg dapat melarutkan bahan2 aktif tertentu
Bentuk
kristal harus digiling sehalus mungkin. Ukuran serbuk semakin kecil
semakin mempercepat kelarutan dan mempercepat penyerapannya, dosis dapat
dikurangi.
Obat untuk tujuan pengobatan
lokal seperti infeksi usus (kanamisin, neomisin) atau pengobatan
penderita cacingan (piperazin), justru tidak boleh diserap tubuh.
Bentuk Kristal zat aktif
Bioavailability
(BA) atau ketersediaan hayati adalah persentase obat yang diresorpsi
tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia, untuk melakukan efek
terapeutisnya atau fraksi dari obat yang tidak berubah yang mencapai
sirkulasi sistemik setelah diberikan melalui cara pemberian apapun.
Pemberian intra vena Bioavailabilitasnya sama dengan satu.
Kesetaraan
terapeutis adalah kesetaraan pola kerjanya (kadar dan percepatan
resorpsi) dari dua obat yang berisi zat aktif dengan dosis yang sama.
ASPEK Farmakokinetika
Farmakokinetika
dapat diartikan sebagai nasib obat didalam tubuh atau hal-hal yang
dialami obat hingga mencapai cairan plasma. Interaksi secara
farmakokinetik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi absorpsi,
distribusi, biotransformasi/metabolisme, atau ekskresi obat lain. Secara
fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat
lain pada lokasi yang terpisah dari tempat aksinya. Farmakokinetika
mempelajari kinetika absorpsi obat, distribusi, dan eliminasi (yakni
eksresi dan metabolisme).
Proses perjalanan obat yang terjadi di dalam tubuh meliputi :
- Absorbsi, merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian sampai ke system sistemik. Banyak factor yang mempengaruhi absorbsi, salah satunya yaitu kecepatan pengosongan lambung. Obat yang absorbsinya tidak dipengaruhi oleh makanan maka dosisnya tidak perlu diubah, tetapi obat yang absorbsinya dipengaruhi oleh makanan maka dalam penggunaannya digunakan sebelum makan atau dapat digunakan setelah makan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses absorpsi yaitu :
- Kelarutan obat
- Kemampuan obat difusi melintasi membran
- Kadar obat
- Sirkulasi darah pada tempat absorpsi
- Luas permukaan kontak obat
- Bentuk sediaan obat
- Rute penggunaan obat.
- Distribusi, merupakan perpindahan obat dari saluran sistemik ke tempat aksinya. Apabila suatu obat memilki waktu paruh yang lama, maka kecepatan distribusi obat semakin cepat dan akan semakin cepat terjadi akumulasi (terjadinya efek toksik). Untuk mengatasi hal tersebut, maka dosis dan cara pemakaiannya harus dikurangi. Faktor-faktor yang mempengaruhi prses distribusi, yaitu :
- Perfusi darah melalui jaringan
- Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makro molekul
- Partisi ke dalam lemak
- Transport aktif
- Sawar, seperti sawar darah otak dan sawar plasenta, sawar darah cairan cerebrospinal
- Ikatan obat dan protein plasma.
- Metabolisme, merupakan proses perubahan obat menjadi metabolitnya (aktif dan non aktif). Semakin besar dosis suatu obat, maka kemungkinan metabolit aktif semakin banyak, maka respon yang dihasilkan juga akan semakin besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses metabolisme :
- Metabolisme prasistemik, yang sangat berpengaruh pada ketersediaan hayati obat.
- Bentuk stereoisomer, obat yang mempunyai bentuk isomer mengalami rute dan kecepatan metabolisme obat di antara bentuk-bentuk isomernya.
- Dosis
- Umur
- Inhibisi dan induksi metabolisme, adanya interaksi bersaing dua substrat untuk enzim menimbulkan hambatan enzim memetabolisme obat. Efek keseluruhan interaksi tergantung pada kadar relatif dari dua macam substrat dan afinitasnya pada letak aktifnya.
- Ekskresi, berkaitan dengan eliminasi. Dimana semakin cepat eliminasi suatu obat, maka durasinya juga semakin cepat. Untuk mengatasinya maka frekuensi penggunaan obat perlu ditingkatkan agar tetap masuk dalam jendela terapi.
Dalam praktek teraupetik, suatu obat harus
dapat mencapai tempat kerja yang diinginkan setelah masuk tubuh dengan
jalur yang terbaik. Dalam beberapa hal obat diberikan langsung pada
tempatnya bekerja seperti pemberian topical obat anti inflamasi pada
kulit atau membrane mukosa yang radang.
Ketersediaan Hayati (Bioavailabilitas)
Didefinisikan
sebagai fraksi dari obat yang tidak berubah (unchanged drug) yang
mencapai sirkulasi sistemik setelah diberikan melalui semua cara
pemberian.
ASPEK FARMAKODINAMIKA
TEORI OBAT RESEPTOR
Dalam
pengertian umum, obat adalah suatu substansi yang melalui efek kimianya
membawa perubahan dalam fungsi biologic. Pada umumnya, molekul obat
berinteraksi dengan molekul khusus dalam system biologic, yang berperan
sebagai pengatur, disebut molekul reseptor.
Ikatan obat-reseptor merupakan tahap awal dari beberapa tahap untuk dapat mencapai timbulnya efek.
Berakhirnya
kerja obat pada tingkat reseptor merupakan salah satu akibat dari
serangkaian proses. Dalam beberapa hal, efek berlangsung selama obat
menduduki reseptor, sehingga dengan lepasnya obat dari reseptor akan
berakhir pula efeknya.
ASPEK TOKSIKOLOGI
Toksiologi dibedakan atas:
- Efek toksik akut, yang langsung berhubungan dengan pengambilan zat toksik
- Efek
toksik kronis, yang pada umumnya zat dalam jumlah sedikit diterima
tubuh dalam jangka waktu yang lama sehingga akan terakumulasi mencapai
konsentrasi toksik dan dengan demikian menyebabkan terjadi gejala
keracunan.
Toksikologi obat mencakup:
· Uji obat yang potensial terhadap toksisitas atau keamanannya dalam fase pra-klinik
· Efek samping (yang tak diingini) dari obat dan kosmetika pada penggunaan sesuai petunjuk
· Keracunan akut dan kronis pada penggunaan obat berlebih
Toksikologi
bahan makanan menguji bahan makanan/minuman terhadap kemungkinan
adanya zat berbahaya yang dikandungnya seperti zat warna, zat pengawet,
zat pengikat, korigensia rasa, sisa antibiotika, ion logam berat, zat
pelindung tanaman atau zat pengelantang.
Toksikologi
pestisida, yaitu keracunan karena senyawa anti gulma atau insektisida.
Karena penggunaan pestisida yang tak terkontrol dapat menumpuk pada
manusia sedikit demi sedikit bersama makanan, dan biasanya sulit
dieliminasi. Walau jumlah yang termakan sedikit tetapi toksisitas
kronisnya tak dapat diabaikan.
Toksikologi industri, yang mana mencakup semua jenis keracunan di industri.
Toksikologi lingkungan mencakup pencemaran lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya bahaya toksik pada manusia.
Toksikologi
kecelakaan mencakup kecelakaan akibat racun atau penyalahgunaan zat
beracun, sampai pada kasus percobaan bunuh diri. Contohnya kasus senyawa
organic/obat yang diletakkan sembarangan dan terminum oleh anak-anak
sehingga menimbulkan keracunan.
Toksikologi perang, merupakan toksikologi pelaksanaan perang dengan senjata atom, biologi dan kimia.
Toksikologi
penyinaran, yang berperanan penting dalam kehidupan rakyat sipil
sebagai akibat penggunaan reactor atom untuk mendapatkan energy dan
penggunaan isotop radioaktif yang makin meningkat dalam bidang
kedokteran dan industri.
Pertolongan keracunan harus dilaksanakan dengan cepat dan tepat, pertolongan pertamanya yaitu:
a. Menjaga
agar fungsi vital, seperti pernafasan (dapat tetap bebas bernafas,
kalau perlu dengan bantuan alat, membersihkan sekret) dan sirkulasi
(jantung tetap berdetak normal)tetap ada, kesetimbangan elektrolit, air,
dan asam basa dalam tubuh
b. Menghindari absorbsi racun lebih lanjut, jika penyebab keracunan diketahui dapat diberikan antidot tertentu.
Langkah selanjutnya untuk menghentikan absorpsi racun dengan:
- Mempercepat eliminasi racun yang sudah masuk ke dalam organisme
- Menormalkan kembali fungsi tubuh yang terganggu dengan penanganan simptomatik
Penangan keracunan pada kulit dapat dicuci dengan air dan sabun. Atau membersihkan dengan polietilenglikol 400 (LutrolR).
Penanganan
keracunan pada mata harus dicuci sebersih mungkin dengan banyak air,
sedapat mungkin kelopak dibalik. Dapat digunakan larutan natrium
hydrogenkarbonat 2% jika terkena asam, dan dengan larutan asam borat 2%
jika mata terkena alkali.
Penanganan
keracunan secara oral harus diusahakan segera menghilangkan racun dari
tubuh dengan melakukan bilas lambung atau membuat muntah, sebelum
absorbs racun terjadi. Membuat racun (sebelum fase absobsi) menjadi
bentuk kurang toksik, atau menghindari absorbs sejumlah racun yang masih
ada dalam saluran cerna dengan pemberian adsorbensia dan / laksansia
dan pada keracunan pelarut tertentu diberikan paraffin cair. Pembilasan
lambung atau pemuntahan isi lambung dapat mencegah absorbsi racun, dan
selanjutnya diberikan adsorbens. Muntah dapat diusahakan dengan
rangsangan mekanis pada kerongkongan atau dengan pemberian larutan
natrium klorida (2 sendok + 1 gelas air) tidak untuk anak-anak. Bila
setelah 10 menit belum muntah segera lakukan bilas lambung, karena
bahaya hipernatriemia dengan udem di otak.
Pada
anak-anak dianjurkan menggunakan Ipecaccuanhae sirup dan apomorfin
untuk dewasa untuk memacu terjadinya muntah, tapi tidak untuk pasien
yang tak sadarkan diri.
Adsorbensia yang paling banyak dipakai adalah karbon aktif.
Minyak
paraffin yang mempunyai sifat sulit diabsorbsi akan bercampur dengan
pelarut organik dan akan menurunkan absorbsinya. Laksansia garam (Na
sulfat) dapat merangsang peristaltik dalam saluran cerna sehingga
mencegah penyerapan absorbs dan mempercepat eliminasinya. Setelah racun
diabsorbsi, maka penggunaan adsorbensia dan peristaltic tidak berguna.
Untuk menghilangkan racun secepat mungkin yang telah diabsorpsi dapat dilakukan dengan:
- Diuresis paksa (furosemid, bumetanida) dengan substitusi air + elektroit
- Mengubah pH urin (racun sifat asam urin di basakan dan sebaliknya)
- Dialysis peritoneal (dengan memasukkan cairan ke dalam rongga perut lewat kateter lalu disedot kembali)
- Dialysis ekstrakorporal (hemodialisis ginjal buatan)
- Hemoperfusi (menyaring darah di luar tubuh dengan melewatkan darah pada adsorbensia harsa polistiren,arang)
- Transfusi penukar (penggantian darah)
Antidot
adalah senyawa yang mengurangi atau menghilangkan toksisitas senyawa
yang diabsorbsi. Antidot yang ada hanya untuk beberapa racun saja.
Contohnya keracunan alkil-fosfat dengan atropin dan rektivator
kolinesterase. Keracunan sianida dengan pembentuk methemoglobin.
Keracunan metanol dengan pemberian etanol.
*Daftar Pustaka : Dosen Bpk .Husein S.Si, Apt
0 komentar:
Posting Komentar